Senin, 18 April 2011

Amal Saleh

Amal Saleh

Amal berasal dari bahasa arab ‘amal yang berarti pekerjaan. Dalam bahasa Indonesia amal berarti perbuatan baik atau buruk. Istilah amal hanya dihubungkan dnegan manusia, karena hanya manusia yang dapat mengerjakan amal.

1. Amal Batiniah

Amal batiniah adalah amala yang dilakukan oleh hati. Beberapa contoh amal batiniah adalah :

a. Beriman

b. Bersabar

c. Berniat

d. Bertawakal

e. Ikhlas

f. Berani

2. Amal Lahiriah

Amal lahiriah adalah amal yang dilakukan oleh anggota badan serta dapat diketahui oleh penglihatan dan pendengaran.

a. Amal lahiriah berupa ucapan

1. Nasihat yang baik

2. Ucapan yang baik

3. Membaca Al- Qur’an

b. Amal lahirriah berupa Perbuatan

1. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat

2. Menolong dalam kebaikan

3. Berjual beli

Rida

Rida

Menurut bahasa, rida berarti rela, sedangkan menurut istilah rida adalah menerima segala sesuatu yang terjadi dengan senang hati.

Dilihat dari tingkatannya, sabar merupakan hal yang harus dicapai oleh seseorang sebelum ia sampai kesifat rida.

Imam Al- Gazali menjelaskan bahwa sabar mempunyai tiga unsur sebagai berikut :

1. Ilmu adalah pengetahuan atau kesadaran bahwa sabar itu mengandung kemaslahatan dalam agama.

2. Hal adalah keadaan hati yang memilliki pengetahuan atau kesadaran tersebut.

3. Amal adalah terwujudnya hal ( sabar ) dalam tingkah laku.

Nabi Muhammad SAW. Membagi kesabaran menjadi tiga macam, sebagai berikut :

1. Sabar didalam menghadapi segala macam musibah

2. Sabar didalam mematuhi perintah Allah

3. Sabar didalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat.

Adil

Adil

Pengertian adil menurut bahasa adalah Meletakkan sesuatu pada tempatnya

Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain.

Terdapat 3 hal pokok mengenai pelaksanaan keadilan yang harus diperhatikan manusia, tiga hala tersebut adalah :

1. Allah SWT. Senantiasa melakukan pengawasan terhadap semua tindakan manusia apakah ia berlaku adil atau zalim

2. Allah SWT. Melarang manusia berlaku sewenang – wenang karena benci atau karena yang bersangkutan adalah musuh atau lawan

3. Allah SWT. Memerintahkan manusia agar berbuat adil kepada siapapun sebab berbuat adil merupakan salah satu unsur yang mendkatkan kepada takwa.

Hari Kiamat

Hari kiamat adalah mempercayai bahwa seluruh alam semesta ini dan segala isinya pada suatu saat nanti akan mengalami kehancuran dan mengikuti bahwa setelah kehidupan di dunia ini ada kehidupan yang kekal abadi.
Para ulama membagi kiamat menjadi dua macam, yaitu kiamat sugra dan kiamat kubra.
1. Kiamat Sugra
Kiamat sugra adalah kiamat kecil, yaitu berakhirnya kehidupan masing – masing makhluk. Setiap makhluk yang hidup akan menemui kematian. Binatang – binatang akan mati setelah masa hidupnya selesai. Tumbuh – tumbuhan juga akan mengalami hal serupa. Demikian pula manusia.
Kematian adalah terpisahnya jiwa dari badan. Hal itu diciptakan Allah SWT. Untuk mengetahui manakah di antara manusia itu yang lebih baik amalannya.
Menurut Mahmud Syaltut, roh tetap mampu mendengar salam dari para peziarah, melihat para peziarah, dan merasakan kelezatan nikmat kubur atau penderitaan siksa kubur.
Sesudah mati, manusia akan memasuki suatu alam yang disebut alam barzakh. Alam barzakh adalah alam penantian menunggu datangnya hari kiamat. Semua manusia akan dibangkitkan kembali pada hari itu.
Ada dua kelompok manusia dialam barzakh, yaitu kelompok yang memperoleh kenikmatan dan ridha Allah SWT. Serta kelompok yang memperoleh murka Allah SWT.
a. Kelompok yang memperoleh kenikmatan dan rida Allah SWT. Adalh kelompok orang yang mukmmin dan saleh
b. Kelompok yang mendapat murka Allah SWT adalah kelompok orang kakfir.

2. Kiamat Kubra
Kiamat kubra adalah kiamat besar, yaitu musnahnya alam semesta beserta segala isinya secara serempak atau berakhirnya seluruh kegidupan makhluk alam ini secara serempak.
Tanda – tanda hari kiamat adalah :
Tanda – tanda kecil :
a. Hamba sahaya perempuan dikawini oleh tuannya
b. Ilmu agama dianggap sudah tidak penting lagi
c. Tesebarnya perzinaan karena memperoleh izin dari penguasa
d. Minuman keras merajalela
e. Jumlah wanita lebih banyak dari laki – laki dengan perbandinngan 50 : 1
f. Ada 2 golongan besar yang saling membenuh, tetapi sama – sama mengaku islam
g. Lahirnya dajal
h. Banyak terjadi gempa bumi
i. Fitnah muncul dimana – mana
j. Pembunuhan merajalela
k. Banyak manusia yang ingin dirinya mati
Tanda – tanda besar ;
a. Matahari terbit dari barat
b. Munculnya binatang ajaib yang bisa berbicara
c. Rusaknya ka’bah
d. Lenyapnya Al-Qur’an
e. Seluruh manusia menjadi kafir
f. Keluarnya bangsa Yakjuj Makjuj

Toleransi


Dilihat dari sisi hubungan antar umat beragama, khususnya antara muslim dan nonmuslim, Surah al – kafirun memberikan batasan yang jelas dalam hal toleransi. Batas hubungan muslim dengan nonmuslim adalah dalam hal akidah.

Dalam hal akidah, seorang muslim dilarang bekerja sama dengan nonmuslim. Contohnya adalah ajakan kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk saling bergantian menyembah Tuhan masing – masing selama satu tahun dalam uraian di atas. Contoh lainnya adalah seorang muslim yang ikut merayakan hari besar nonmuslim. Hal itu berarti mencampuradukkan ajaran agama.

Dalam hal selain akidah, seperti bisnis, urusan sosial, dan urusan kemasyarakatan, kaum muslim diperbolehkan bekerja sama dengan nonmuslim. Contohnya adalah gotong – royong membangun jalan yang dilakukan disebuah kampung yang warganya terdiri dari muslim dan nonmuslim. Bahkan, hal itu sangat dianjurkan untuk dilakukan agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis, rukun, dan damai. Hal itu merupakan pengertian toleransi yang sebenatnya.

Dalam kehidupan sehari – hari, kita sering memberi nasihat dan imbauan kepada anggota keluarga dan teman kita yang bersikap dan berpendapat tidak sesuai dengan ajaran agama kita. Namun, tidak jarang pula, nasihat dan imbauan tersebut tidak direspons secara positif. Jika sudah demikian, kita sudah lepas dari tanggung jawab. Kewajiban kita adalah mengajak dan memeberi nasihat. Apabila mereka tidak mau, tidak ada paksaan bagi mereka untuk mengubah sikap dan pandangan mereka.

Seorang muslim wajib mengajak orang lain untuk masuk dan mengikuti ajran islam. Akan tetapi, hal itu tidak boleh dipaksakan. Kewajiban seorang muslim hanya mengajak. Hanya saja, bersedia atau tidajnya orang yang diajak tersebut akan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Jika bersedia, ia akan mendapat surga, jika tidak ia akan di masukkan ke neraka.

Islam tidak hanya melarang penggunaan kekerasan dan paksaan dalam hal keyakinan agama, tetapi juga melarang penggunaan bahasa yang kasar terhadap penganut agama lain.

Kamis, 07 April 2011

Pertahanan Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2002

TENTANG

PERTAHANAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

  1. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

  2. bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

  3. bahwa dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara sebagai pencerminan kehidupan kebangsaan yang menjamin hak-hak warga negara untuk hidup setara, adil, aman, damai, dan sejahtera;

  4. bahwa usaha pertahanan negara dilaksanakan dengan membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan kekuatan pertahanan negara berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai;

  5. bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368) tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia dan perubahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia yang didorong oleh perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut perlu diganti;

  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, dan e perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pertahanan Negara;

Mengingat:

  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945;

  2. Ketetapan MPR-RI Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR-RI Nomor: VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Dengan persetujuan bersama antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERTAHANAN NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

  2. Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

  3. Penyelenggaraan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara.

  4. Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan pada tingkat strategis dan kebijakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara.

  5. Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan.

  6. Komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.

  7. Komponen pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.

  8. Sumber daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.

  9. Sumber daya alam adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk kepentingan pertahanan negara.

  10. Sumber daya buatan adalah sumber daya alam yang telah ditingkatkan daya gunanya untuk kepentingan pertahanan negara.

  11. Sarana dan prasarana nasional adalah hasil budi daya manusia yang dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan pertahanan negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional.

  12. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.

  13. Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

  14. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan.

  15. Panglima adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia.

  16. Kepala Staf Angkatan adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan Kepala Staf Angkatan Udara.

BAB II
HAKIKAT, DASAR, TUJUAN, DAN FUNGSI

Pasal 2

Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Pasal 3

(1) Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai.

(2) Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Pasal 4

Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.

Pasal 5

Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan.

BAB III
PENYELENGGARAAN PERTAHANAN NEGARA

Pasal 6

Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman.

Pasal 7

(1) Pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.

(2) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.

(3) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

Pasal 8

(1) Komponen cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.

(2) Komponen pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumberdaya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.

(3) Komponen cadangan dan komponen pendukung, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan undang-undang.

Pasal 9

(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

(2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:

a. pendidikan kewarganegaraan;

b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;

c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan

d. pengabdian sesuai dengan profesi.

(3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.

Pasal 10

(1) Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

(3) Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk :

  1. mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;

  2. melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;

  3. melaksanakan Operasi Militer Selain Perang; dan

  4. ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

Pasal 11

Susunan organisasi, tugas, dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara diatur dengan undang-undang.

BAB IV
PENGELOLAAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

Pasal 12

Pengelolaan sistem pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional dan mendukung kebijakan nasional di bidang pertahanan.

Pasal 13

(1) Presiden berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahanan negara.

(2) Dalam pengelolaan sistem pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden menetapkan kebijakan umum pertahanan negara yang menjadi acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan sistem pertahanan negara.

Pasal 14

(1) Presiden berwenang dan bertanggungjawab atas pengerahan kekuatan Tentara Nasional Indonesia.

(2) Dalam hal pengerahan kekuatan Tentara Nasional Indonesia untuk menghadapi ancaman bersenjata, kewenangan Presiden, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia.

(4) Pengerahan langsung kekuatan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Presiden dalam waktu paling lambat 2 X 24 (dua kali dua puluh empat) jam harus mengajukan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Presiden menghentikan pengerahan operasi militer.

Pasal 15

(1) Dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional.

(2) Dewan Pertahanan Nasional, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan segenap komponen pertahanan negara.

(3) Dalam rangka melaksanakan fungsinya, Dewan Pertahanan Nasional mempunyai tugas :

  1. Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pertahanan negara agar departemen pemerintah, lembaga pemerintah nondepartemen, dan masyarakat beserta Tentara Nasional Indonesia dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mendukung penyelenggaraan pertahanan negara.

  2. Menelaah, menilai, dan menyusun kebijakan terpadu pengerahan komponen pertahanan negara dalam rangka mobilisasi dan demobilisasi.

  3. Menelaah dan menilai resiko dari kebijakan yang akan ditetapkan.

(4) Dewan Pertahanan Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipimpin oleh Presiden dengan keanggotaan, terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap dengan hak dan kewajiban yang sama.

(5) Anggota tetap terdiri atas Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Panglima.

(6) Anggota tidak tetap terdiri atas pejabat pemerintah dan nonpemerintah yang dianggap perlu sesuai dengan masalah yang dihadapi.

(7) Anggota tetap dan tidak tetap diangkat oleh Presiden.

(8) Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Pertahanan Nasional, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 16

(1) Menteri memimpin Departemen Pertahanan.

(2) Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara.

(3) Menteri menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden.

(4) Menteri menyusun buku putih pertahanan serta menetapkan kebijakan kerja sama bilateral, regional, dan internasional di bidangnya.

(5) Menteri merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya.

(6) Menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya.

(7) Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.

Pasal 17

(1) Presiden mengangkat dan memberhentikan Panglima setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Pengangkatan Panglima, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diangkat dari perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(3) Presiden mengangkat dan memberhentikan Kepala Staf Angkatan atas usul Panglima.

(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima dan Kepala Staf Angkatan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 18

(1) Panglima memimpin Tentara Nasional Indonesia.

(2) Panglima menyelenggarakan perencanaan strategi dan operasi militer, pembinaan profesi dan kekuatan militer, serta memelihara kesiagaan operasional.

(3) Panglima berwenang menggunakan segenap komponen pertahanan negara dalam penyelenggaraan operasi militer berdasarkan undang-undang.

(4) Panglima bertanggung jawab kepada Presiden dalam penggunaan komponen pertahanan negara dan bekerja sama dengan Menteri dalam pemenuhan kebutuhan Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 19

Dalam menghadapi bentuk dan sifat ancaman nonmiliter di luar wewenang instansi pertahanan, penanggulangannya dikoordinasikan oleh pimpinan instansi sesuai bidangnya.

BAB V
PEMBINAAN KEMAMPUAN PERTAHANAN

Pasal 20

(1) Pembinaan kemampuan pertahanan negara ditujukan untuk terselenggaranya sebuah sistem pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(2) Segala sumber daya nasional yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alam dan buatan, nilai-nilai, teknologi, dan dana dapat didayagunakan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan kemampuan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

Pendayagunaan segala sumber daya alam dan buatan harus memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan, keragaman, dan produktivitas lingkungan hidup.

Pasal 22

(1) Wilayah Indonesia dapat dimanfaatkan untuk pembinaan kemampuan pertahanan dengan memperhatikan hak masyarakat dan peraturan perundang-undangan.

(2) Wilayah yang digunakan sebagai instalasi militer dan latihan militer yang strategis dan permanen ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Dalam rangka meningkatkan kemampuan pertahanan negara, pemerintah melakukan penelitian dan pengembangan industri dan teknologi di bidang pertahanan.

(2) Dalam menjalankan tugas, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri mendorong dan memajukan pertumbuhan industri pertahanan.

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 24

(1) Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan umum pertahanan negara.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta keterangan tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pertahanan negara.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 25

(1) Pertahanan negara dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Pembiayaan pertahanan negara ditujukan untuk membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan Tentara Nasional Indonesia serta komponen pertahanan lainnya.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Pada saat berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan tentang pertahanan negara yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku selama peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 27

Organisasi atau badan yang merupakan unsur penyelenggaraan pertahanan negara yang sudah ada tetap berlaku sampai dengan diubah atau diganti dengan organisasi atau badan baru berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368), dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II,

ttd

Edy Sudibyo

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2002

TENTANG

PERTAHANAN NEGARA

I. UMUM

Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya. Bangsa Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertekad bulat untuk membela, mempertahankan, dan menegakkan kemerdekaan, serta kedaulatan negara dan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pandangan hidup bangsa Indonesia tentang pertahanan negara, sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, adalah:

  1. kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan;

  2. pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

  3. hak dan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara;

  4. bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari pandangan hidup tersebut di atas, bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan pertahanan negara menganut prinsip:

  1. bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman;

  2. pembelaan negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara. Oleh karena itu, tidak seorangpun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-undang. Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa upaya pertahanan negara harus didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri;

  3. bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatannya. Penyelesaian pertikaian atau pertentangan yang timbul antara bangsa Indonesia dan bangsa lain akan selalu diusahakan melalui cara-cara damai. Bagi bangsa Indonesia, perang adalah jalan terakhir dan hanya dilakukan apabila semua usaha dan penyelesaian secara damai tidak berhasil. Prinsip ini menunjukkan pandangan bangsa Indonesia tentang perang dan damai;

  4. bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik bebas aktif. Untuk itu, pertahanan negara ke luar bersifat defensif aktif yang berarti tidak agresif dan tidak ekspansif sejauh kepentingan nasional tidak terancam. Atas dasar sikap dan pandangan tersebut, bangsa Indonesia tidak terikat atau ikut serta dalam suatu pakta pertahanan dengan negara lain;

  5. bentuk pertahanan negara bersifat semesta dalam arti melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan;

  6. pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Di samping prinsip tersebut, pertahanan negara juga memperhatikan prinsip kemerdekaan, kedaulatan, dan keadilan sosial.

Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional (fisik) dan saat ini berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Ancaman yang bersifat multidimensional tersebut dapat bersumber, baik dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan.

Hal ini semua menyebabkan permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks sehingga penyelesaiannya tidak hanya bertumpu pada departemen yang menangani pertahanan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh instansi terkait, baik instansi pemerintah maupun nonpemerintah.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menetapkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari setiap bentuk ancaman dari luar dan/atau dari dalam negeri, pada hakikatnya merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara.

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem pemerintahan negara menegaskan bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selanjutnya, dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa wewenang Presiden, antara lain:

  1. memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945;

  2. memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara;

  3. dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan membuat perjanjian dengan negara lain;

  4. menyatakan keadaan bahaya.

Berdasarkan kewenangan tersebut, Presiden memegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara, termasuk usaha penyelenggaraan pertahanan negara. Untuk itu, perlu dibentuk suatu undang-undang sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan pertahanan negara.

Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Dengan demikian, semua usaha penyelenggaraan pertahanan negara harus mengacu pada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan.

Pertahanan negara diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara melalui usaha membangun dan membina kemampuan dan daya tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman.

Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

Sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung. Hal ini berbeda dengan komponen kekuatan Pertahanan Keamanan Negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, yang terdiri atas komponen dasar, komponen utama, komponen khusus, dan komponen pendukung. Perbedaan lainnya adalah bahwa dalam Undang-Undang ini, hanya Tentara Nasional Indonesia saja yang ditetapkan sebagai komponen utama, sedangkan cadangan Tentara Nasional Indonesia dimasukkan sebagai komponen cadangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan aturan hukum internasional yang berkaitan dengan prinsip pembedaan perlakuan terhadap kombatan dan nonkombatan, serta untuk penyederhanaan pengorganisasian upaya bela negara. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengatur mengenai sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional, baik sebagai komponen cadangan maupun komponen pendukung.

Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai dengan profesi.

Istilah Tentara Nasional Indonesia yang digunakan dalam Undang-Undang ini adalah sebagai pengganti istilah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982. Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Nomor: VI/MPR/2000 dan Nomor: VII/MPR/2000, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Tentara Nasional Indonesia, yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.

Untuk mendukung kepentingan pertahanan negara, sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang berada di dalam dan/atau di luar pengelolaan departemen yang membidangi pertahanan dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik sebagai komponen cadangan maupun komponen pendukung.

Presiden selaku penanggungjawab tertinggi dalam pengelolaan pertahanan negara dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional yang berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan negara. Untuk menghadapi ancaman bersenjata, Presiden berwenang mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam keadaan memaksa, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dengan kewajiban paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam harus mengajukan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan tersebut, Presiden harus menghentikan operasi militer.

Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara dan menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara. Selain itu, Menteri menyusun "buku putih pertahanan", menetapkan kebijakan kerja sama bilateral, regional, dan internasional di bidangnya, merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya, menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan. Dalam hal menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan, Menteri bekerja sama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya.

Panglima diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Panglima menyelenggarakan perencanaan strategi dan operasi militer, pembinaan profesi dan kekuatan militer, serta memelihara kesiagaan operasional. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Panglima dapat menggunakan segenap komponen pertahanan negara yang selanjutnya dipertanggungjawabkan kepada Presiden. Dalam hal pemenuhan kebutuhan Tentara Nasional Indonesia, Panglima bekerja sama dengan Menteri.

Pembinaan kemampuan pertahanan negara dilakukan melalui pendayagunaan segala sumber daya nasional serta pemanfaatan wilayah negara dan pemajuan industri pertahanan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dengan memperhatikan hak masyarakat dan peraturan perundang-undangan.

Untuk menjamin penyelenggaraan pertahanan negara yang memenuhi prinsip demokrasi, Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan umum pertahanan negara dan dapat meminta keterangan tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pertahanan negara.

Sehubungan dengan perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat yang mengedepankan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, dan prinsip hidup berdampingan secara damai, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 perlu diganti dengan Undang-Undang ini.

  1. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Yang dimaksud dengan bersifat semesta adalah pengikutsertaan seluruh warga negara, pemanfaatan seluruh sumber daya nasional, dan seluruh wilayah negara dalam usaha pertahanan negara.

Yang dimaksud dengan keyakinan pada kekuatan sendiri adalah semangat untuk mengandalkan pada kekuatan sendiri sebagai modal dasar dengan tidak menutup kemungkinan bekerja sama dengan negara lain.

Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kebiasaan internasional adalah ketentuan tidak tertulis yang berlaku universal dan diakui oleh masyarakat internasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Pasal 5

Yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan adalah bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh wilayah dan menjadi tanggung jawab segenap bangsa.

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Ancaman militer dapat berbentuk, antara lain:

  1. Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain:

1) Invasi berupa serangan oleh kekuatan bersenjata negara lain terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya yang dilakukan oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3) Blokade terhadap pelabuhan atau pantai atau wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh angkatan bersenjata negara lain.

4) Serangan unsur angkatan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat atau satuan laut atau satuan udara Tentara Nasional Indonesia.

5) Unsur kekuatan bersenjata negara lain yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian yang tindakan atau keberadaannya bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian.

6) Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain sebagai daerah persiapan untuk melakukan agresi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7) Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran oleh negara lain untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau melakukan tindakan seperti tersebut di atas.

  1. Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, baik yang menggunakan kapal maupun pesawat non komersial.

  2. Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer.

  3. Sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan obyek vital nasional yang membahayakan keselamatan bangsa.

  4. Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme dalam negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.

  5. Pemberontakan bersenjata.

  6. Perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata dengan kelompok masyarakat bersenjata lainnya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan mobilisasi adalah tindakan pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan negara.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

Ayat (2)

Huruf a

Dalam pendidikan kewarganegaraan sudah tercakup pemahaman tentang kesadaran bela negara.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Yang dimaksud dengan pengabdian sesuai dengan profesi adalah pengabdian warga negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Operasi militer pada dasarnya, terdiri atas operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Operasi militer meliputi kegiatan terencana yang dilaksanakan oleh satuan militer dengan sasaran, waktu, tempat, dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelumnya melalui perencanaan terinci.

Operasi militer selain perang, antara lain berupa bantuan kemanusiaan (civic mission), perbantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat, bantuan kepada pemerintahan sipil, pengamanan pelayaran/penerbangan, bantuan pencarian dan pertolongan (Search And Resque), bantuan pengungsian, dan penanggulangan korban bencana alam.

Operasi militer selain perang dilakukan berdasarkan permintaan dan/atau peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Yang dimaksud kepentingan nasional adalah tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan tujuan pembangunan dan tujuan nasional. Kepentingan nasional diwujudkan dengan memperhatikan 3 (tiga) kaidah pokok, yaitu sebagai berikut.

    1. Tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

    2. Upaya pencapaian tujuan nasional dilaksanakan melalui pembangunan nasional yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan berketahanan nasional berdasarkan wawasan nusantara.

  1. Sarana yang digunakan adalah seluruh potensi dan kekuatan nasional yang didayagunakan secara menyeluruh dan terpadu.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kebijakan umum pertahanan negara, antara lain meliputi upaya membangun, memelihara, dan mengembangkan secara terpadu dan terarah segenap komponen pertahanan negara.

Pasal 14

Ayat (1)

Kewenangan pengerahan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dalam rangka operasi militer hanya ada pada Presiden.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ancaman bersenjata adalah berbagai usaha dan kegiatan oleh kelompok atau pihak yang terorganisasi dan bersenjata, baik dari dalam maupun luar negeri yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah situasi pada saat keputusan harus segera diambil berdasarkan pertimbangan ruang, waktu, dan sasaran sesuai dengan perkiraan resiko yang dihadapi.

Ayat (4)

Waktu 2 X 24 jam (dua kali dua puluh empat jam) dihitung setelah keputusan pengerahan kekuatan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Dalam membantu Presiden menetapkan kebijakan umum pertahanan negara, Dewan Pertahanan Nasional memberikan masukan berdasarkan hasil penelaahan berbagai aspek pertahanan negara.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Anggota tidak tetap dari unsur nonpemerintah berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas pakar bidang pertahanan, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat.

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "buku putih pertahanan" adalah pernyataan kebijakan pertahanan secara menyeluruh yang diterbitkan oleh Menteri dan disebarluaskan ke masyarakat umum, baik domestik maupun internasional untuk menciptakan saling percaya dan meniadakan potensi konflik.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan merumuskan kebijakan umum adalah menyiapkan ketetapan kebijakan yang menyangkut tujuan penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama beserta komponen pertahanan lainnya.

Ayat (6)

Pengadaan yang dilaksanakan oleh Departemen Pertahanan harus memenuhi persyaratan operasional dan spesifikasi teknis peralatan militer.

Perekrutan meliputi kegiatan penentuan alokasi, publikasi, dan pemanggilan.

Ayat (7)

Perencanaan strategis adalah perencanaan pada tingkat nasional dalam upaya pengelolaan pertahanan negara dengan menyinergikan segenap sumber daya nasional yang mengandung potensi kemampuan pertahanan untuk menjadi kekuatan pertahanan negara.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam mengajukan usul pengangkatan Kepala Staf Angkatan, Panglima mengajukan minimal 2 (dua) orang calon.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Penggunaan kekuatan yang harus dipertanggungjawabkan kepada Presiden adalah tindakan operasi militer.

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan nilai-nilai adalah seperangkat pranata, prinsip, dan kondisi yang diyakini kebenarannya untuk digunakan sebagai instrumen pengatur kehidupan dalam mengukur kinerja, baik moral maupun fisik dan sekaligus menunjukkan identitas dan jati diri yang bersangkutan.

Nilai yang berkaitan dengan sistem pertahanan negara, antara lain:

a. Nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.

b. Nilai yang terkandung dalam Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Doktrin TNI.

c. Nilai sebagai bangsa pejuang.

d. Nilai gotong-royong.

e. Nilai baru yang sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 21

Yang dimaksud dengan prinsip berkelanjutan adalah pendayagunaan sumber daya alam dan buatan yang diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan dapat dimanfaatkan sebagai penunjang kebutuhan jangka panjang.

Yang dimaksud dengan prinsip keragaman adalah pendayagunaan sumber daya alam dan buatan melalui penganekaragaman untuk menghindari ketergantungan.

Yang dimaksud dengan prinsip produktivitas adalah pendayagunaan sumber daya alam dan buatan dengan pemanfaatan secara optimal.

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan mendorong dan memajukan pertumbuhan industri pertahanan termasuk kegiatan mendorong dan memajukan industri dalam negeri yang memproduksi alat peralatan yang mendukung pertahanan, baik melalui kegiatan promosi maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas